Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 booster kedua untuk masyarakat umum bukan untuk menghabiskan stok vaksin yang akan segera kedaluwarsa. Namun, vaksin booster kedua ini diberikan atas pertimbangan pengendalian pandemi Covid-19 di Indonesia.
Hal ini disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi saat ditemui wartawan di kantornya, Jumat (27/1).
"Bukan karena vaksin kedaluwarsa terus kita booster kedua. Karena pada akhirnya, vaksinnya akan tetep kedaluwarsa kan. Orang yang datang tidak akan bisa kita paksakan harus datang sekarang nih dalam masa periode sebelum kedaluwarsa, itu tidak bisa," kata Nadia.
Nadia mengungkapkan, setidaknya ada dua poin pertimbangan pemerintah memberlakukan pelaksanaan vaksinasi booster kedua untuk masyarakat umum berusia di atas 18 tahun. Pertama, adalah dicabutnya kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) sejak akhir tahun 2022.
Menurutnya, penting untuk tetap mempertahankan tingkat imunitas masyarakat usai kebijakan PPKM dicabut. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya lonjakan atau gelombang baru kasus Covid-19.
"Memang pertimbangannya adalah karena PPKM dicabut, tapi kita harus tetap mempertahankan penularannya rendah," tutur Nadia.
Poin kedua, imbuh Nadia, yakni mengantisipasi potensi penularan akibat mutasi varian virus Covid-19. Nadia memandang hal ini menjadi salah satu faktor peningkatan kasus Covid-19 di sejumlah negara di dunia.
Oleh karenanya, menurut Nadia, penguatan imunitas tubuh melalui vaksinasi booster menjadi penting. Terlebih, mengingat Indonesia tidak lagi menerapkan pembatasan terhadap pelaku perjalanan dari luar negeri ataupun karantina.
"Jadi, yang memperkuat kita adalah dengan meningkatkan imunitas kita," ujar dia.
Nadia memastikan bahwa vaksin Covid-19 yang akan kedaluwarsa atau expired bakal dimusnahkan dan tidak digunakan untuk vaksinasi booster pertama maupun kedua.
Diketahui sebelumnya, sekitar 3,2 juta dosis vaksin Covid-19 produksi Sinopharm akan kedaluwarsa pada 2023. DPR pun mewacanakan mengadakan rapat gabungan lintas komisi guna membahas masalah tersebut.
"Kita usulkan adanya rapat gabungan antara Komisi VI, Komisi IX, dan Komisi III dengan mengundang PT Bio Farma (Persero) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk membahas sisa vaksin yang akan habis," ucap Wakil Ketua Komisi VI DPR, Martin Manurung, Selasa (24/1).
Sementara itu, Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir, mengatakan, industri farmasi memiliki tantangan besar. Pun berbeda dengan industri lainnya.
"Industri farmasi ini unik. Untuk satu produk butuh pengembangan yang lama dan ada potensi gagal," ucapnya dalam kesempatan sama, rapat kerja Komisi VI DPR dengan BUMN farmasi di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Honesti menambahkan, pengembangan produk vaksin prapandemi Covid-19 memerlukan waktu sekitar 7-10 tahun. Selain itu, melansir situs web DPR, nilai investasinya besar.
"Sebagai gambaran, vaksin IndoVac yang kami kembangkan dari hulu ke hilir itu menghabiskan hampir Rp500 miliar dan alhamdulillah berhasil. Kalau seandainya tidak berhasil, jadi sunk cost. Ini persoalan kami, yang mana harus pintar-pintar menyiasati dalam pengembangan produk," tuturnya.